Pagi kemarin menurut
agenda, harusnya aku mengikuti sebuah Writing Workshop. Sejak tiga minggu yang
lalu, aku sudah membayar biaya admisitrasi dan sudah pula mempersiapkan ini itu
untuk mendukung kelancaranku selama mengikuti acara tersebut. Namun yang
terjadi pada hari H-nya, aku memilih untuk menemani putri kecilku yang sedang
menjalani masa pemulihan dari sakit yang
ia alami sejak awal pekan lalu. Dan adikku menyetujui permintaanku untuk
menggantikan aku mengikuti workshop yang akan dilangsungkan selama delapan jam
itu, setelah aku jelaskan jika workshop itu terbuka untuk umum.
Selepas magrib adikku telah
tiba kembali dirumah.
“gimana acaranya, seru
gak?”, tanyanku penasaran.
Dia melemparkan seringai
lebar untuk menjawab pertanyaanku dan mengulurkan sebuah buku yang masih
tersegel rapi ketanganku.
“aku dapet buku ini karena
panitia acara menilai tulisanku di workshop tadi masuk pada tiga tulisan
terbaik” ujarnya.
“karena ini adalah kegiatan
yang sedianya untuk uni, aku sudah menduga jika aku akan jadi satu-satunya
peserta perempuan yang tidak berjilbab. Pesertanya banyak, dan dari tatapan
orang-orang disana aku bisa tau kalau dintara mereka ada yang mengganggap aku
orang yang nyasar masuk ke ruangan itu. Bahkan moderatornya tak menggubrisku
ketika aku berkali-kali mengacungkan tangan untuk bertanya dibeberapa kali sesi
tanya jawab, padahal jelas dia melihatku mengacungkan tangan lebih dulu. Nah,
disesi akhir kegiatan, peserta diminta menulis premise singkat tentang buku
yang kelak ingin ditulis. Selanjutnya panitia memilih tiga tulisan terbaik yang
masing-masing akan mendapat hadiah sebuah buku bestseller nasional. Tiga
tulisan terbaik itu, dibacakan oleh moderator dan disampaikan apa point
hebatnya hingga panitia memilihnya jadi tiga terbaik. Ketika si moderator
membacakan tulisanku dia memujinya habis-habisan, dia bilang tidak banyak orang
yang memilih dan mampu menulis tentang topik tulisanku itu karena akan membutuhkan
riset yang mendalam. Saat si moderator meneriakan nama penulis dan memintanya
maju untuk menerima hadiah, harusnya uni melihat wajahnya yang terkejut
setengah mati ketika melihat aku yang berdiri dan melangkah kedepan, dan
rupanya si moderator adalah penulis buku besetseller yang kuterima” lanjut
adikku dengan tawa berderai.
Aku ikut tertawa sambil
meringis mendengar ceritanya.
“hey…jangan senang dulu,
kamu ‘menang’ di medan yang tak pas lagi untukmu” ucapku tergelak.
“dari apa yang kualami
tadi, seperti yang pernah aku bilang ke uni, jangan pernah kita memandang
rendah orang hanya karena tampilan luarnya. Pun saat kita sudah mampu
membaguskan tampilan luar, maka jangan merusaknya dengan nilai buruk apa yang
ada didalam diri kita”, ujarnya berubah serius.
“siap doktorrr..”, sahutku
meledeknya.
Adikku mengacungkan tinju
sambil tertawa dan berlalu menuju kamarnya.
Beberapa tahun lalu, satu
bulan selepas wisuda sarjananya, adikku diterima menjadi wartawan di salah satu
surat kabar nasional terkemuka. Meski sangat menikmati pekerjaannya namun
akhirnya ia memilih mematuhi permintaan ibuku yang menginginkan adikku berhenti
dari pekerjaanya, meski belum genap setahun ia mengecap profesi wartawan itu.
Ibu sangat cemas karena pada masa itu sedang ramai-ramainya pemberitaan
wartawan yang di culik dan dianiaya. Situasi politik juga sedang memanas.
Puncak kecemasan ibu adalah ketika adikku menulis tentang kasus penyeludupan
rotan oleh salah satu petinggi negeri ini.
Dua bulan kemudian adikku
sudah bekerja di sebuah Bank asing. Bekerja kantoran seperti yang di harapkan
ibuku. Adikku tipikal pekerja keras dan cenderung perfeksionis. Tapi tetap saja
ia merasa pekerjaannya monoton. Di tahun ketiga saat ia sudah masuk di jajaran
staff eksekutif perusahaan, adikku memilih mengundurkan diri untuk melanjutkan
kuliah S2 di salah satu negeri di Eropa, melanjutkan bidang pendidikan S1-nya
yaitu Hubungan Internasional. Saat sedang kuliah di program master itulah
adikku dipertemukan Allah dengan penulis buku 99 cahaya di langit Eropa yang
saat itu akan syuting film disana. Management PH film tersebut mengontak adikku
untuk membantu mengurus proses perijinan syuting dan perekrutan artis lokal
Negara tersebut. Itulah awal persahabatan adikku dengan si pemilik 99 cahaya di
langit eropa, beserta suami sang penulis.
Tesis yang ditulis adikku
saat menyelesaikan S2 ternyata menarik perhatian kampusnya yang kemudian
memberikan beasiswa penuh untuk melanjutkan ke program doktoral di kampus yang
sama. Saat ini adikku sedang melakukan riset untuk Disertasinya, dan ia memilih
kembali ke negaranya untuk lokasi riset tersebut. Itulah sebabnya kemarin pagi
adikku bisa menggantikanku mengikuti writing workshop itu. Dari penampilannya
adikku terkesan santai sedikit cuek malah. Saat mengikuti workshop ia memakai
blus gombrong dipadu celana jeans dan sepatu kets juga tas ransel. Rambut
sebahunya dikuncir ekor kuda. Begitulah keseharianya. Dengan penampilannya itu
wajar sih kalau orang tak berpikir adikku memiliki tulisan-tulisan di jurnal
internasional, bahkan pernah berkolaborasi dengan profesornya untuk menulis
sebuah buku yang kemudian masuk nominasi buku rujukan ilmiah pada universitas
di negara-negara Andalusia sana.
Tentang pesan adikku ini,
Jangan
memandang rendah orang hanya karena tampilan luarnya. Pun saat kita sudah mampu
membaguskan tampilan luar, maka jangan merusaknya dengan nilai buruk karena apa
yang ada didalam diri kita.
Aku akan selalu
mengingatnya.
Jadi yang kemarin itu adiknya Mbak rifa ya? Yang pakai baju orange? Yg premise nya ttg jejak pemimpin Muslim Andalusia?
BalasHapusIya mba Febie yang menulis itu adikku....eh..kemaren dia pake baju orange ya aku malah gak inget..hihii
HapusKeren adiknya mbak rifa, boleh saya dikenalkan??
BalasHapusHahayy.. mba Hiday dan prestasi2 menulisnya jauh lebih keren mba..:)
HapusIntinya dalem banget ya.. Kmrn kyknya sy yg rugi ga berkenalan sama adiknya mba Rifa, tp sy juga minder sbnrnya, yg ada org lain yg memperkenalkan diri dulu, kita anteng aja duduk.
BalasHapusAdik sy bilang kmaren dia cuma kenalan dg satu dua orang peserta lain mba...:D
HapusIntinya dalem banget ya.. Kmrn kyknya sy yg rugi ga berkenalan sama adiknya mba Rifa, tp sy juga minder sbnrnya, yg ada org lain yg memperkenalkan diri dulu, kita anteng aja duduk.
BalasHapusIhh..keren banget nih adiknya....mau juga dong dikenalin..heheh
BalasHapusMba Sabrinaaa...dirimu jauh lebih kereen mba, tulisan2 mba top bangett..:)
BalasHapus