Minggu, 27 Maret 2016

PENAMPILAN



Pagi kemarin menurut agenda, harusnya aku mengikuti sebuah Writing Workshop. Sejak tiga minggu yang lalu, aku sudah membayar biaya admisitrasi dan sudah pula mempersiapkan ini itu untuk mendukung kelancaranku selama mengikuti acara tersebut. Namun yang terjadi pada hari H-nya, aku memilih untuk menemani putri kecilku yang sedang menjalani masa pemulihan dari sakit  yang ia alami sejak awal pekan lalu. Dan adikku menyetujui permintaanku untuk menggantikan aku mengikuti workshop yang akan dilangsungkan selama delapan jam itu, setelah aku jelaskan jika workshop itu terbuka untuk umum.
Selepas magrib adikku telah tiba kembali dirumah.

“gimana acaranya, seru gak?”, tanyanku penasaran. 

Dia melemparkan seringai lebar untuk menjawab pertanyaanku dan mengulurkan sebuah buku yang masih tersegel rapi ketanganku.

“aku dapet buku ini karena panitia acara menilai tulisanku di workshop tadi masuk pada tiga tulisan terbaik” ujarnya.

“karena ini adalah kegiatan yang sedianya untuk uni, aku sudah menduga jika aku akan jadi satu-satunya peserta perempuan yang tidak berjilbab. Pesertanya banyak, dan dari tatapan orang-orang disana aku bisa tau kalau dintara mereka ada yang mengganggap aku orang yang nyasar masuk ke ruangan itu. Bahkan moderatornya tak menggubrisku ketika aku berkali-kali mengacungkan tangan untuk bertanya dibeberapa kali sesi tanya jawab, padahal jelas dia melihatku mengacungkan tangan lebih dulu. Nah, disesi akhir kegiatan, peserta diminta menulis premise singkat tentang buku yang kelak ingin ditulis. Selanjutnya panitia memilih tiga tulisan terbaik yang masing-masing akan mendapat hadiah sebuah buku bestseller nasional. Tiga tulisan terbaik itu, dibacakan oleh moderator dan disampaikan apa point hebatnya hingga panitia memilihnya jadi tiga terbaik. Ketika si moderator membacakan tulisanku dia memujinya habis-habisan, dia bilang tidak banyak orang yang memilih dan mampu menulis tentang topik tulisanku itu karena akan membutuhkan riset yang mendalam. Saat si moderator meneriakan nama penulis dan memintanya maju untuk menerima hadiah, harusnya uni melihat wajahnya yang terkejut setengah mati ketika melihat aku yang berdiri dan melangkah kedepan, dan rupanya si moderator adalah penulis buku besetseller yang kuterima” lanjut adikku dengan tawa berderai.

Aku ikut tertawa sambil meringis mendengar ceritanya. 

“hey…jangan senang dulu, kamu ‘menang’ di medan yang tak pas lagi untukmu” ucapku tergelak.

“dari apa yang kualami tadi, seperti yang pernah aku bilang ke uni, jangan pernah kita memandang rendah orang hanya karena tampilan luarnya. Pun saat kita sudah mampu membaguskan tampilan luar, maka jangan merusaknya dengan nilai buruk apa yang ada didalam diri kita”, ujarnya berubah serius.

“siap doktorrr..”, sahutku meledeknya.

Adikku mengacungkan tinju sambil tertawa dan berlalu menuju kamarnya. 

Beberapa tahun lalu, satu bulan selepas wisuda sarjananya, adikku diterima menjadi wartawan di salah satu surat kabar nasional terkemuka. Meski sangat menikmati pekerjaannya namun akhirnya ia memilih mematuhi permintaan ibuku yang menginginkan adikku berhenti dari pekerjaanya, meski belum genap setahun ia mengecap profesi wartawan itu. Ibu sangat cemas karena pada masa itu sedang ramai-ramainya pemberitaan wartawan yang di culik dan dianiaya. Situasi politik juga sedang memanas. Puncak kecemasan ibu adalah ketika adikku menulis tentang kasus penyeludupan rotan oleh salah satu petinggi negeri ini. 

Dua bulan kemudian adikku sudah bekerja di sebuah Bank asing. Bekerja kantoran seperti yang di harapkan ibuku. Adikku tipikal pekerja keras dan cenderung perfeksionis. Tapi tetap saja ia merasa pekerjaannya monoton. Di tahun ketiga saat ia sudah masuk di jajaran staff eksekutif perusahaan, adikku memilih mengundurkan diri untuk melanjutkan kuliah S2 di salah satu negeri di Eropa, melanjutkan bidang pendidikan S1-nya yaitu Hubungan Internasional. Saat sedang kuliah di program master itulah adikku dipertemukan Allah dengan penulis buku 99 cahaya di langit Eropa yang saat itu akan syuting film disana. Management PH film tersebut mengontak adikku untuk membantu mengurus proses perijinan syuting dan perekrutan artis lokal Negara tersebut. Itulah awal persahabatan adikku dengan si pemilik 99 cahaya di langit eropa, beserta suami sang penulis. 

Tesis yang ditulis adikku saat menyelesaikan S2 ternyata menarik perhatian kampusnya yang kemudian memberikan beasiswa penuh untuk melanjutkan ke program doktoral di kampus yang sama. Saat ini adikku sedang melakukan riset untuk Disertasinya, dan ia memilih kembali ke negaranya untuk lokasi riset tersebut. Itulah sebabnya kemarin pagi adikku bisa menggantikanku mengikuti writing workshop itu. Dari penampilannya adikku terkesan santai sedikit cuek malah. Saat mengikuti workshop ia memakai blus gombrong dipadu celana jeans dan sepatu kets juga tas ransel. Rambut sebahunya dikuncir ekor kuda. Begitulah keseharianya. Dengan penampilannya itu wajar sih kalau orang tak berpikir adikku memiliki tulisan-tulisan di jurnal internasional, bahkan pernah berkolaborasi dengan profesornya untuk menulis sebuah buku yang kemudian masuk nominasi buku rujukan ilmiah pada universitas di negara-negara Andalusia sana. 

Tentang pesan adikku ini,
Jangan memandang rendah orang hanya karena tampilan luarnya. Pun saat kita sudah mampu membaguskan tampilan luar, maka jangan merusaknya dengan nilai buruk karena apa yang ada didalam diri kita.
Aku akan selalu mengingatnya.

9 komentar:

  1. Jadi yang kemarin itu adiknya Mbak rifa ya? Yang pakai baju orange? Yg premise nya ttg jejak pemimpin Muslim Andalusia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba Febie yang menulis itu adikku....eh..kemaren dia pake baju orange ya aku malah gak inget..hihii

      Hapus
  2. Keren adiknya mbak rifa, boleh saya dikenalkan??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahayy.. mba Hiday dan prestasi2 menulisnya jauh lebih keren mba..:)

      Hapus
  3. Intinya dalem banget ya.. Kmrn kyknya sy yg rugi ga berkenalan sama adiknya mba Rifa, tp sy juga minder sbnrnya, yg ada org lain yg memperkenalkan diri dulu, kita anteng aja duduk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adik sy bilang kmaren dia cuma kenalan dg satu dua orang peserta lain mba...:D

      Hapus
  4. Intinya dalem banget ya.. Kmrn kyknya sy yg rugi ga berkenalan sama adiknya mba Rifa, tp sy juga minder sbnrnya, yg ada org lain yg memperkenalkan diri dulu, kita anteng aja duduk.

    BalasHapus
  5. Ihh..keren banget nih adiknya....mau juga dong dikenalin..heheh

    BalasHapus
  6. Mba Sabrinaaa...dirimu jauh lebih kereen mba, tulisan2 mba top bangett..:)

    BalasHapus

Tulis ya