Minggu, 06 Maret 2016

SEKOLAH UNTUK ANANDA



Beberapa bulan sebelum tahun ajaran baru, biasanya para orang tua yang anaknya akan memasuki sebuah jenjang pendidikan,  sudah sibuk memilih sekolah untuk sang buah hati. Begitu juga yang saya alami. Tahun ini sulung saya akan masuk SD.
 Ada sebuah sekolah yang telah saya dan suami survey selama dua tahun terakhir ini, lebay banget ya sampai dua tahun nyurveynya hehee…tapi memang begitulah adanya. Pertama kali saya mendengar tentang sekolah ini dari seorang  teman yang anaknya sudah duluan sekolah di sana. Teman saya ini mengungkapkan kepuasannya karena merasa cocok dengan kurikulum  juga metode yang digunakan sekolah tersebut.
“ beberapa bulan sekolah disana, aku merasakan sekali perubahan sikap anakku, yang jadi jauuuh lebih santun dan hatinya pun jadi lebih lembut”, ungkap teman saya.
Testimoni  menarik dari teman inilah yang  membuat saya tergoda untuk mencari informasi lebih banyak tentang sekolah tersebut. Akhirnya mantaplah saya dan suami memilih sekolah yang telah memiliki enam belas cabang di indonesia itu, untuk buah hati kami.
Bulan Februari yang lalu kami berkunjung ke sekolah incaran ini untuk membeli formulir pendaftaran. Begitu  menjejakkan kaki di depan sekolah, pandangan saya menyapu area depan  bangunan gedung  yang tidak bisa dikatakan  mewah. Bersahaja namun penuh kharismatik itu penilaian awal saya. Di pintu masuk kami disambut ramah oleh salah satu guru disana. Setelah menyampaikan maksud kedatangan, lalu kami diantar kebagian pendaftaran.
Setelah memperkenalkan diri, guru yang menerima kami di bagian pendaftaran itu membuka percakapan yang sungguh diluar dugaan saya.
“Sebelum bapak dan ibu membeli formulir pendaftaran, izinkan saya menjelaskan tentang apa dan bagaimana sekolah kami,” ujarnya. “Bila nanti anak bapak dan ibu bersekolah disini, maka sesungguhnya yang sekolah bukan cuma anaknya tapi juga kedua orang tua dengan dukungan seluruh anggota keluarga. Setiap bulan kami mengadakan pertemuan rutin  seluruh  orang tua, yang wajib dihadiri oleh kedua orang tua. Pertemuan ini selain membahas perkembangan siswa, lebih di titik beratkan pada diskusi tentang pola asuh yang merujuk pada parenting nabawiyah. Kira-kira bapak dan ibu bisa hadirkah di pertemuan rutin ini?”, tanyanya pada kami dengan tetap menyunggingkan senyum ramah.  Saya dan suami mengangguk mantap, karena kami sudah dapat informasi tentang ini sebelumnya dari teman saya itu.
“Ada PR (Pekerjaan Rumah) yang penyelesaiannya dilakukan oleh anak dan orang tuanya. Contoh, hari ini anak belajar tentang adab kepada orang tua. Lalu anak mendapatkan PR untuk berbuat baik pada orang tuanya, Untuk berbuat baik pada  ayah, anak diminta menyambut ayah yang pulang kerja lalu menghidangkan air minum untuk beliau. Untuk berbuat baik pada ibu, anak diminta mencuci semua piring kotor setelah makan malam keluarga. Bila anak melakukan semua tugas tersebut, artinya anak mengerjakan PR-nya. Nah, tugas orang tua adalah mendokumentasikan semua kegiatan anak selama mengerjakan PR tersebut, lalu mengirimkan kepada gurunya”, papar guru tersebut menjelaskan.
Saya terpana mendengar penjelasan beliau. Belum pernah saya mendengar sekolah dengan metode semacam itu. Saya teringat pada sebuah artikel tentang tips memilih sekolah untuk anak, diantaranya:
Pertama, Perhatikan baik-baik respon dari pihak sekolah  saat  kita datang dan meminta informasi. Apakah kita disambut dengan baik, ramah, di jelaskan dengan sabar; atau malah sebaliknya tidak ada yang menyapa, tidak ramah, tidak paham info dan dilempar kesana kemari?
Kedua, Pada saat kita bertanya tentang sekolah, apakah sekolah meminta komitmen pada orang tua, jika perlu dalam bentuk resmi di tanda tangani untuk mengajak orang tua bekerjasama dalam menyelesaikan masalah anak secara tuntas hingga ke rumah, atau lebih banyak membahas syarat-syarat administrasi pendaftaran dan biaya-biaya yang harus dibayarkan ? Itu artinya sekolahnya lebih fokus pada administratif dan keungan daripada ke anak didiknya dan proses pendidikannya. Sekolah semacam ini biasanya terlihat mentereng dan keren tapi muridnya banyak mengalami masalah dan tertekan
Uraian beliau berikutnya tentang sekolah ini membuat saya semakin manggut-manggut. Diakhir penjelasannya beliau mempersilahkan kami untuk mempertimbangkan dan memantabkan hati kembali sebelum kami membeli formulir pendaftaran. Rupanya formulir itu baru bisa di beli setelah  kegiatan Studium General yang diselenggarakan pihak sekolah untuk semua calon orang tua siswa. Studium General itu sendiri semacam seminar singkat, dimana pihak yayasan sekolah menyampaikan secara gamblang tentang segala sesuatu tentang sekolah tersebut.  
Sabtu kemarin, tanggal 5 Maret 2016 kami telah mengikuti test seleksi masuk sekolah tersebut. Kenapa saya menggunakan kata ‘kami’, karena memang yang mengikuti test seleksi  bukan hanya calon siswanya saja,  saja tapi juga kedua orang tuanya. Iya betul, kedua orang tua wajib hadir mengikuti serangkaian tes tulis dan wawancara. Kedua test tersebut diselesaikankan  ayah dan ibu secara bersama-sama.
Hanya sepertiga dari pendaftar yang akan diterima di sekolah tersebut. Semoga Allah rezekikan anak kami  sebagai salah satunya, aamiin.

4 komentar:

  1. Ya itulah sekolah yang sebenarnya, yang menerapkan belajar sepanjang hayat. Anak2 belajar dan orang tua juga terus belajar. Andaikan semua sekolah di muka bumi ini seperti itu.

    BalasHapus
  2. Nama sekolahnya apa Mba? Jadi pengin.

    BalasHapus
  3. Kuttab Al-Fatih mba nindy. klo penasaran sog atuh di gugling untuk info selengkapnya... ;)

    BalasHapus

Tulis ya