Selasa, 01 Maret 2016

KENAPA HARUS JADI PENULIS ?



Saya tertegun disodori pertanyaan itu. Pertanyaan singkat tapi mampu menghantarkan saya pada masa bertahun-tahun silam. Ingatan saya terseret mundur pada lorong waktu.
          Saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar, Saya sudah terkena candunya membaca dan tergila-gila pada buku. Meski kenyataannya kemudian rasa candu itu perlahan mulai terkikis digerus padatnya rutinitas. Buku adalah benda sakti yang telah terbukti mampu menyihir saya dalam untaian kata. Dimalam hari, saya tak akan bisa memejamkan mata jika belum membawa dan membaca buku ke ranjang tidur saya. Dilain waktu, bila menu masakan yang dihidangkan ibu adalah yang kebetulan  kurang saya minati, maka saya akan tetap mampu melahap habis semua makanan yang diletakkan ibu di piring saya, asalkan saya makan sambil membaca. Apa yang saya baca, sungguh membawa pengaruh besar pada diri saya. Tidak akan pernah terlupakan, ketika saya masih di kelas 3 SD, bagaimana sebuah cerpen yang saya baca pada majalah Bobo dengan judul ‘Sang Bintang’, manpu membakar semangat belajar  hingga menghantarkan saya menjadi peringkat teratas dikelas hingga saya tamat SD. Saya terkagum-kagum pada isi cerpen itu, terlebih lagi pada penulisnya. Kala itu saya tidak habis fikir, bagaimana seorang yang tidak saya kenal dan diapun tak mengenal saya , bisa begitu hebat mempengaruhi fikiran dan menggelorakan semangat didada saya. Inilah awal kekaguman saya pada penulis. Wow…lihatlah, dengan tulisan seseorang mampu menggerakkan motor yang bertahun-tahun diam tak pernah digunakan. Sejak saat itu saya bermimpi untuk bisa membuat tulisan seperti yang dihasilkan penulis cerpen ‘Sang Bintang’. Inilah alasan pertama kenapa saya harus jadi penulis.
Alasan kedua,
Menulis dapat membuat saya menyalurkan emosi tanpa menyakiti orang lain. Ketika saya dilanda amarah, saya akan tumpahkan dalam bentuk tulisan , yang hanya boleh dibaca oleh diri saya sendiri. Saya tak ingat kapan persisnya saya menemukan dan menerapkan metoda ini. Namun yang pasti dengan mengalirkan perasaan dalam aliran kata, saya merasa lebih bisa mengelola emosi jiwa. Ketika semua luapan kemarahan sudah tumpah ruah dalam taburan aksara pada lembar-lembar tulisan, maka saya akan beranjak melanjutkan aktifitas lain dengan membawa perasaan lega di dada tentunya. Lalu, diasaat hati dan kepala sudah dingin, saya akan membaca kembali tulisan kemarahan itu, dan biasanya disaat inilah saya mampu mengoreksi diri dan mengurai masalah yang menjadi pemicu timbulnya si amarah.
Alasan ketiga,
Ketika Rasulullah SAW menuturkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainya, maka cukuplah itu kiranya yang menjadi alasana saya untuk terus menebar kebermanfaatan pada begitu banyak orang dalam bentuk tulisan. Semoga Allah SWT memampukan saya untuk itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis ya